Jakarta, Lodji.id – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa Indonesia berpotensi terkena dampak dari keputusan Presiden AS, Donald Trump, yang menghentikan pasokan obat-obatan dan alat medis untuk penanganan tuberkulosis (TBC), HIV, dan malaria ke negara-negara berkembang. Meskipun demikian, Indonesia telah mengurangi ketergantungan terhadap AS karena negara ini sudah mulai mendapatkan bantuan hibah dari berbagai negara lain.
Menkes Budi juga menambahkan bahwa Indonesia tengah membuka peluang kerja sama dengan sejumlah negara seperti Arab Saudi dan India, terutama untuk memenuhi kebutuhan tenaga medis serta obat-obatan dalam menangani sejumlah penyakit, termasuk penyakit jantung.
“Benar, AS memang menghentikan semua bantuannya, dan Indonesia merasakannya. Namun, kita cukup beruntung karena Indonesia telah berdiversifikasi sumber hibahnya, tidak hanya dari AS, tetapi juga dari negara lain. Sebagai contoh, Pak Prabowo sudah menggunakan dana APBN untuk menangani penyakit seperti TBC,” jelas Budi di RS Harapan Kita, Jumat (30/1/2025).
“Dampaknya pasti ada, baik yang langsung dari CDC atau AS, maupun yang melalui WHO dan Gavi, yang sebagian besar pendanaannya masih bergantung pada AS,” tambahnya.
Menkes Budi juga mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menghitung dampak dari pembekuan dana hibah AS dan sedang mencari alternatif sumber pendanaan. Dalam waktu dekat, Menkes Budi berencana mengunjungi Australia untuk berupaya mendapatkan bantuan tambahan dalam pembiayaan pengobatan bagi pasien di Indonesia.
“Saya akan berkunjung ke Australia minggu depan untuk membicarakan kemungkinan tambahan bantuan dari sana,” ujarnya.
Sebelumnya, Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) mendapat instruksi untuk menghentikan seluruh bantuan medis terkait TBC, malaria, HIV, serta perlengkapan kesehatan ibu dan anak ke negara-negara miskin. Keputusan ini memperluas pembekuan bantuan AS yang sebelumnya sudah diterapkan pada negara-negara berkembang.
“Memo ini mencakup semua program terkait HIV, malaria, tuberkulosis, serta kesehatan ibu dan anak,” ungkap seorang sumber dari USAID kepada Reuters.
Atul Gawande, mantan kepala kesehatan global di USAID yang baru saja meninggalkan posisinya, menilai hal ini sebagai sebuah bencana besar. “Bantuan obat-obatan ini telah menyelamatkan nyawa 20 juta orang yang hidup dengan HIV, dan itu berakhir hari ini,” ujarnya.