Jalan Dukuh Pekiran Desa Dongos, Dok : RidhoJalan Dukuh Pekiran Desa Dongos, Dok : Ridho

Opini ditulis oleh : Ahmad Ridho Wicaksono (Aktivis Gerakan Mahasiswa)

Jalan Dukuh Pekiran, Desa Dongos, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara kini lebih mirip arena arung jeram liar ketimbang akses penghubung warga. Lubang-lubang menganga , dipenuhi air keruh hasil hujan deras, membentuk kolam-kolam tak bertepi bak tempat ternak lele. Setiap langkah di sini adalah pertaruhan: anak-anak sekolah harus melompati kubangan sepinggang, sementara kendaraan roda dua terombang-ambing seperti perahu kertas di tengah arus.   

Aspal jalan desa masih tersisa, namun permukaannya telah berubah menjadi medan berlubang tak karuan. Jeglongan sedalam 20-50 cm menghujam di sepanjang jalan Dongos khususnya di wilayah dukuh pekiran , membentuk labirin yang mustahil dihindari roda dua maupun empat. Saat kemarau, tanah di dasar lubang mengeras retak, sisa aspal yang terkelupas bertebaran seperti kulit ular yang terkelupas. Ketika hujan, kubangan lumpur menggenangi lubang-lubang itu, menciptakan perangkap licin. Sekitar empat bulan terakhir, jalan ini menjadi arena ujian harian. suara knalpot menggeram dan benturan rangka motor ke lubang terdengar hampir setiap saat. Warga yang mengendarai roda dua hampir tidak punya pilihan selain melewati jalan berlubang. Dari arah berlawanan, mereka pun buru-buru mencari celah di bagian jalan yang masih relatif mulus. Sementara itu, mobil, bus, dan kontainer harus menaklukkan jalan rusak sepanjang kira-kira 600 meter, kondisi yang sangat berimbas pada aktivitas masyarakat dan memperpanjang perjalanan

Lalu, di mana otoritas yang seharusnya bertanggung jawab? Jalan yang seharusnya menjadi urat nadi penghubung kehidupan ini justru dibiarkan mati suri. Anak-anak kecil terpaksa berjalan berjingkat, seragam mereka belepotan lumpur, sementara para orang tua hanya bisa pasrah melihat risiko kecelakaan mengintai setiap saat. Apakah ini jalan desa, jalan kabupaten,jalan provinsi  atau jalan “tak bertuan” yang sengaja dilupakan? Pertanyaan retoris itu menggantung di udara, sama seperti debu tebal yang mengepul setiap kali kendaraan berat nekat melintas. Jika kualitas jalan mencerminkan kemajuan peradaban, maka kondisi di Dongos dukuh Pekiran sudah menunjukkan tanda-tanda kegagalan. Bagaimana mungkin pemegang mandat membiarkan jalan yang meningkatkan risiko kecelakaan hanya untuk memenuhi rutinitas harian warga?

Selama sekitar empat bulan terakhir, jalan Dukuh Pekiran, Desa Dongos, telah berubah menjadi medan berlubang yang memprihatinkan. Lubang-lubang besar dan kecil menghiasi sepanjang jalan, dengan kedalaman bervariasi mencapai 50 cm. Saat hujan turun, lubang-lubang ini berubah menjadi kolam air keruh yang menggenang, seolah-olah jalan ini adalah tempat ternak ikan lele alami. Padahal, jalan ini merupakan akses vital bagi warga, terutama anak-anak yang berangkat ke sekolah dan ibu-ibu yang membeli ikan di lapak sebelah jalan. Kondisi ini tidak hanya mengganggu mobilitas, tetapi juga membahayakan keselamatan warga setiap harinya.

Bagi warga, terutama para ibu yang hendak menuju ke lapak atau mengantarkan anak ke sekolah, kondisi jalan rusak ini menyisakan risiko tinggi kecelakaan. Jalan yang berlubang dan dipenuhi genangan air seringkali membuat kendaraan terpeleset dan menimbulkan percikan yang mengganggu. Sholeh, warga dari RT 03 RW 04 Desa Dongos, mengungkapkan bahwa ia sendiri pernah terjatuh akibat kondisi tersebut. “Saya sudah menjadi korban dari jalan yang rusak ini, dan saya berharap pihak terkait segera memperbaikinya,” ujarnya. Dampak kerusakan sepanjang jalan ini tidak hanya mengganggu aktivitas harian, tetapi juga meningkatkan kecemasan dan kekhawatiran akan keselamatan bagi semua yang melintas.

Warga semakin merasa tidak nyaman dengan kondisi jalan yang berlubang-lubang, yang kini dijuluki “Wahana Baru Jeglongan Sewu.” Meskipun sudah ada laporan yang disampaikan kepada pihak terkait sejak Minggu ini, hingga kini belum ada tindak lanjut yang memadai. Dalam upaya mengurangi risiko kecelakaan, warga mengambil inisiatif dengan menembel jalan menggunakan rumput dan batu-batu kecil.

Tak hanya itu, para pemuda dari Dukuh Pekiran juga membuat banner dengan pesan tegas:”Selamat datang di kawasan obyek wisata wahana baru “Jeglonga Sewu”’ Jalan Pekiran, Desa Dongos Kecamatan  Kedung Kab Jepara! Hati hati yang melintas jalan ini,resiko di tanggung sendiri, nek tibo jempalian tangi tangi dewe kudune, Atooh kuang.” Yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti Selamat datang di kawasan obyek wisata wahana baru “Jeglonga Sewu”, Jalan Pekiran, Desa Dongos, Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara! Hati-hati yang melintas jalan ini; risiko ditanggung sendiri.Jika terjatuh, bangkitlah sendiri; tanggunglah akibatnya. Pesan tersebut tidak hanya sebagai pengingat bagi para pengguna jalan, tetapi juga merupakan bentuk seruan kepada pihak berwenang untuk segera mengambil langkah nyata dalam memperbaiki kondisi jalan demi keselamatan bersama.

Siapa sebenarnya yang memiliki wewenang atas jalan Pekiran yang kini menjadi sumber permasalahan? Di manakah kejelasan status jalan ini dan transparansi mengenai institusi yang bertanggung jawab? Mengapa perbaikan jalan belum dilakukan secara menyeluruh sehingga warga harus terus menanggung risiko kecelakaan? Apakah pihak berwenang akan segera menunjukkan komitmen jangka panjang melalui pemeliharaan rutin demi keselamatan dan kenyamanan bersama?

Mari kita bersama-sama mengangkat suara untuk mendesak perbaikan segera jalan di Dukuh Pekiran. Harapan pekikan warga Dongos adalah agar pihak berwenang segera memberikan kejelasan status, melakukan perbaikan menyeluruh, dan menetapkan komitmen jangka panjang melalui pemeliharaan rutin. Dengan semangat gotong-royong dan kepercayaan kepada institusi yang berwenang, kami yakin bahwa jalan Dongos—khususnya di Dukuh Pekiran—akan segera diproses dan diperbaiki demi keselamatan dan kenyamanan bersama. Ayo, bersama kita wujudkan jalan yang aman, nyaman, dan layak untuk semua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *